Senin, 19 November 2007

RUU Kebahasaan


Meninjau Lebih Dekat RUU Kebahasaan
“Lahirnya Sang Pelindung”



Hendra Wisesa
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta


Latar Belakang

Dalam RUU Kebahasaan BAB 1, Pasal 1, dijelaskan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan, dan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 sebagai bahasa Negara yang terus berkembang.
Sumpah Pemuda merupakan awal dari lahirnya Bahasa Indonesia yang kita kenal saat ini. Bangsa Indonesia yang memiliki beragam bahasa daerah perlu untuk memiliki sebuah bahasa yang dapat diguakan sebagai bahasa komunikasi antar daerah dengan latar belakang bahasa ibu yang berbeda. Selain itu, penggunaan satu bahasa juga berfungsi sebagai alat pemersatu rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Sebagai bahasa Nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, jati diri bangsa, sarana pemersatu berbagai etnik, dan seperti telah dijelaskan dimuka Bahasa Indonesia juga berfunsi sebagai sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Dapat kita lihat betapa pentingnya Bahasa Indonesia bagi negeri ini. Tapi, kedudukannya yang penting tidak sebanding dengan keadaan yang dialaminya. Menghadapi pengaruh bahasa asing yang datang bertubi-tubi, bahasa Indonesia saat ini mengalami masa kritis. Keacuhan dari penggunanya menyebabkan keadaan bertambah parah. Siapa lagi yang akan peduli terhadap nasib Bahasa Indonesia selain kita?

Pentingnya RUU Kebahasaan
Dalam perjalanan sejarah Bahasa Inggris, dikenal istilah Chancery Standard. Chancery Standard merupakan cikal bakal Standar Bahasa Inggris Modern yang kita kenal saat ini. Bahasa Standar ini terbentuk karena adanya campur tangan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu (King Henry V 1413-1422). Tanpa campur tangan King Henry V mungkin Inggris Raya (Great Britain) masih menggunakan tiga bahasa (Perancis, Yunani, Inggris). Apa yang telah dilakukan oleh King Henry V selayaknya ditiru oleh pemerintah negeri ini jika mereka menginginkan kelangsungan hidup Bahasa Indonesia.
RUU Kebahasaan merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mengupayakan agar pengaruh bahasa asing yang masuk kenegeri ini dapat ditanggapi sebagai pembangun bukan malah penghancur.
Kecintaan masyarakat terhadap Bahasa Indonesia terutama para pemuda sangatlah memprihatinkan. Mereka menganggap bahwa bahasa asing terutama bahasa Inggris lebih prestigious dibandingkan Bahasa Indonesia. Sehingga dapat kita temui banyaknya penggunaan bahasa asing di tempat-tempat umum dan di forum-forum resmi. Bahkan hal yang lebih memprihatinkan adalah pencampuran bahasa yang dapat mereduksi bahasa Indonesia. Dalam bukunya “History of English: Sociolinguistics Approach” Barbara E Fennel mengatakan “Language is important if the speaker of the language is important.”Masyarakat menganggap bahwa bahasa Inggris lebih ‘keren’ dari Bahasa Indonesia, selain karena merupakan bahasa Internasional, merupakan akibat dari pengaruh apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari dari televisi. Hal ini dapat dengan mudah dimengerti karena sebagian besar waktu masyarakat Indonesia dihabiskan di depan televisi.
Dengan adanya RUU Kebahasaan, diharapkan dapat menggugah rasa kecintaan yang mulai luntur dari masyarakat terhadap Bahasa Indonesia meski terkesan ada ‘pemaksaan.’
Berikut saya paparkan sedikit tentang isi RUU Kebahasaan sehingga dapat memberi gambaran kepada para pembaca.

ISI RUU KEBAHASAAN

BAB 1
Ketentuan Umum, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa

Pada Bab ini dibahas tentang pengertian: Kebahasaan, bahasa Nasional, bahasa Negara, bahasa Indonesia, bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Serta dibahas pula masing-masing kedudukan dan fungsinya.

BAB II
Hak dan Kewajiban Masyarakat dan Pemerintah

Bab ini memaparkan tentang hak dan kewajiban masyarakat selaku pengguna bahasa Indonesia. Sebagai contoh, dalam pasal 7 disebutkan “masyarakat berkewajiban memelihara, mengembangkan, dan memelihara bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.”

BAB III
Penggunaan Bahasa

Penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing menjadi titik permasalahan yang dibahas pada bab ini.

BAB IV
Penggunaan Bahasa Lain

BAB V
Pengembangan dan Perlindungan Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah

Salah satu ciri sebuah bahasa itu ‘hidup’ adalah bahwa bahasa itu berubah atau berkembang. Menyadari hal tersebut, tim ahli RUU Kebahasaan mendesain bab ini untuk menerima unsur-unsur luar sebagai ‘bahan pengembang’ Bahasa Indonesia. Selain itu, bab ini juga memiliki peran ganda yaitu sebagai pelindung Bahasa Indonesia terhadap pengaruh yang merusak dari bahasa asing.

BAB VI
Pengawasan

BAB VII
Sanksi

BAB VIII
Ketentuan Peralihan

BAB IX
Ketentuan Penutup


Penutup
Sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin sedikit mengkritisi RUU Kebahasaan. RUU Kebahasaan yang diciptakan dengan tujuan utama sebagai pelindung Bahasa Indonesia tidak memiliki sanksi yang tegas. Bisa diibaratkan dengan hariamu tanpa taring. Para perancang RUU Kebahasaan juga harus ingat bahwa tanpa adanya rasa cinta dari masyarakat, apapun bentuk peraturan yang dibuat hanya akan berdampak kecil bagi prkembangan Bahasa Indonesia. Akan lebih baik bila para perancang RUU Kebahasaan lebih mencari solusi untuk meningkatkan rasa cinta terhadap Bahasa Indonesia ini. Dengan adanya cinta kebahasaan, pemerintah tidak perlu bersusah payah membuat Undang-Undang Kebahasaan. Salah satu caranya adalah dengan mengatur para pengguna bahasa yang memiliki posisi sosial tinggi, seperti; pejabat pemerintahan, artis, dan para pemuka agama.
AYO MAJU BAHASAKU……
AYO MAJU BAHASA INDONESIA…..

DARAH INI AKAN KUTUMPAHKAN

TUBUH INI AKAN KUGADAIKAN
UNTUK
TERUS MENJAGAMU

Tidak ada komentar: